Orangtuaku Mau Bercerai, Lebaranku Jadi Hambar

Ilustrasi seorang remaja menyesali perceraian orangtuanya

Aku tak kuat menahan sedih. Aku setiap waktu berusaha kuat dan berdoa agar kedua orangtuaku tak berpisah. Aku sudah mendapatkan kebahagian bersama kedua orangtuaku.

Bahkan aku menjadi terkenal seperti sekarang ini berkat jasa orangtuaku. Namun, gara-gara orangtuaku mau bercerai, aku menjadi gelisah. Aku saat ini berusia 20 tahun merasa tak sebahagia dulu lagi.

Aku tidak mau menyalahi mereka berdua. Aku sayang papah dan mamah. Aku bangga pada mereka berdua kalau melihat perjuangan mereka dari miskin di kampung hinga menjadi orang kaya di kota.

Aku menikmatinya itu semua meski aku juga harus berjuang sendiri. Namun, posisi orangtuaku yang sudah terkenal dan kaya memudahkan aku menuju kesuksesan.

Aku ingat bagaimana orangtuaku terus mendidik dan mendorongku untuk menjadi anak yang mandiri. Saat benih-benih kesuksesan mulai kurasakan, aku begitu sangat senang.

Aku banyak cerita kepada papah dan mamah akan keberhasilanku. Aku kumpul dan makan bersama terasa bahagia. Bahkan saat aku mulai masuk jajaran orang tersohor aku sangat gembira menunjukkan kepada kedua orangtuaku. Mereka sangat senang.

Mereka gembira, aku bahagia. Namun, kebahagian itu mulai hambar. Aku mulai melihat gelagat kedua orangtuaku mulai tak mesra lagi. Sering aku dengar pertengkaran mereka.

Aku berusaha menghindar dan tidak percaya dengan yang terjadi. Aku pikir masalah biasa, yang nanti akan bisa selasai. Namun, lama-lama suasana itu makin panas.

Dan semakin aku tak percaya, mereka mau bercerai. Mamahku mendaftarkan gugatan cerai ke pengadilan. Aku malu. Aku tidak percaya. Ini bulan Ramadan yang penuh berkah, tapi kenapa orangtuaku bercerai? Bahkan situasi ini membuat Lebaranku menjadi hambar.

Kenapa kebahagianku terampas dengan perceraian ini? Atau aku harus merelakan keputusan mereka, karena ini pilihan kebahagian mereka juga? Tuhan berilah petunjuk bagi keluargaku ini.